Review Film Tegar

Film Tegar membawa kesan mendalam, apalagi lewat pemerannya langsung yang berperan. Didukung dengan gambar yang berkualitas, entah kenapa dua alasan yang kami sebut sebelumnya tak mampu membuat film yang dirilis 24 November 2022 ini bertahan lebih lama di bioskop Kota Semarang?

Kami beruntung akhirnya bisa menonton film Tegar yang disutradarai Anggi Frisca ini meski sudah lewat dari tanggal rilisnya. Kebenaran ada acara nonton bareng yang digagas BPJS Ketenagakerjaan yang dilangsungkan 11 kota pada tanggal 22 Desember kemarin. Bisa dilihat di sini suasananya.

Banyak pesan

Keterbatasan jadi gambaran besar film berdurasi 92 menit ini yang bergenre drama dan bisa ditonton semua kalangan (Semua Umur). Tidak heran, sekelas BPJS Ketenagakerjaan membawanya dalam kegiatan karena banyak pesan yang sejalan.

Muhammad Aldifi Tegarajasa yang berperan sebagai tokoh utamanya tentu sangat mencuri perhatian karena aktingnya.

Dari sosoknya, kita tahu bahwa pesannya sudah dimulai dari sini. Aldi adalah aktor cilik yang memiliki keterbasan pada tubuhnya. Rasanya tidak banyak yang mendapatkan peran utama dalam film (atau kami saja yang jarang mengamati film Indonesia).

Karena keterbasan fisik, banyak orang, terutama orang terdekat yang meremehkan hingga tidak menganggap bahwa mereka spesial. Salah satu pesan yang kami ingat dalam film adalah 'mereka hanya ingin didengar'.

Perjuangan Tegar


Sebelum film Tegar dirilis di bioskop secara nasional, filmnya ternyata sempat diputar di festival film pada bulan Oktober. Bahkan, Aldifi, tokoh utamanya menyabet penghargaan aktor terbaik dalam festival.

Berlatar dari keluarga yang sangat berada, Tegar adalah cucu yang paling disayang oleh kakeknya yang diperankan oleh Deddy Mizwar. Segala keterbasan adalah anugerah bagi si kakek. Namun sebaliknya, Ibu Tegar seolah tidak peduli dengan anaknya. 

Saat semua kesenangan dihadirkan, dalam hitungan menit, keadaan mendadak berubah. Si Kakek meninggal dunia. Pengasuh yang selama ini menemani Tegar juga meninggalkannya karena ada urusan. Ibunya? Jangan ditanya, ia sibuk dengan pekerjaannya.

Dalam film, Tegar berada di rumah sendirian. Yang selama ini dibantu oleh Kakek atau pengasuhnya, karena mereka tidak ada, Tegar mengalami kesulitan. Seperti membuka pakaian, makan hingga bertahan dengan kesendirian.

Niat Tegar yang ingin keluar dari rumah akhirnya tercapai setelah berjuang dengan keras. Rasanya di sini suasana akan jadi haru.

Dalam perjalanannya, akhirnya Tegar dipertemukan dengan keluarga yang juga salah satu keluarganya juga memiliki keterbatasan pada fisiknya. 

Ibarat ombak, masa sulit Tegar mulai berubah menjadi kebahagiaan (agak tenang). Namun tidak dengan Ibunya yang merasa bersalah karna saat pulang, ia tidak menemukan Tegar di rumah. Ditambah pengasuhnya juga melalaikan tugas karena ada masalah lain dengan keluarganya.

Bertahan 5 hari di bioskop Kota Semarang


Entah kenapa film semenarik ini tidak begitu mendapatkan perhatian besar dari penonton di Kota Semarang. Maksudnya bertahan lebih lama, setidaknya seminggu lebih. Kalau bisa satu bulan.

Kami tidak ingin mengambil alih pekerjaan kritikus atau reviewer film yang sangat mengerti, tapi kami memiliki pandangan tersendiri ketika film ini agak kurang. Ya, meski punya kesan menarik.

Bila melihat dari sisi film sebagai hiburan, film ini terlalu banyak menjual kesedihan. Mau gimana lagi, tapi kami mengerti apa yang sebenarnya dari misi film.

Yang kami harapkan adalah cerita tidak sekedar memperlihatkan bahwa kekurangan harus dihargai. Namun juga, bagaimana kekurangan memiliki kekuatan dari sisi hiburan. Apalagi tokoh utamanya adalah anak-anak, mengapa tidak menyesuaikan sisi penonton kategori anak-anak atau generasi Z.

Saat menyaksikan, kami membayangkan film Home Alone. Di mana kesendiran, bisa diatasi dengan kemampuan seperti kecerdikan atau juga, hal lainnya. Apalagi Tegar memiliki rumah yang bisa dianggap tajir karena ada kolam renangnya.

Ada perasaan senang dan bangga bila melihat film ini bisa membuat penontonnya tidak sekedar bangga, tapi keluar dengan wajah penuh tawa. 

Tegar meski dengan keterbatasan, mampu mengalahkan rasa takutnya dan mengubahnya menjadi sisi lain yang lebih keren. Apakah bayangan kami terlalu jauh? Mungkin kami terlalu optimis saja.

...

Film Tegar dari sisi pengambilan gambar sudah sangat baik, maksudnya kualitas. Sedangkan misi yang ingin dibagikan kepada penonton juga sudah sangat sukses. Beberapa penonton di sebelah kami banyak yang terharu hingga menangis.

Bila produser di masa depan ingin membuat kelanjutan tentang si Tegar, mungkin bisa mendengarkan sedikit pendapat kami tentang tidak terlalu menjual kesedihan (kebaikan, haru dan kedewasaan). Tapi juga selera penonton yang ingin mendapatkan sisi hiburan namun bermakna.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tayang Perdana di Kota Semarang, Film Bila Esok Ibu Tiada Sukses Kuasai Seluruh Bioskop

Jadwal Bioskop Semarang: Kamis Minggu Kedua Bulan November 2024, Ada 2 Film Baru dan 1 Terbatas

Film Bila Esok Ibu Tiada Jadi Film Box Office Ke-18 Usai Tembus 1 Juta Penonton Dalam 3 Hari Penayangan

Puang Bos, Film Ke-12 yang Tayang Terbatas Tahun 2024

Hari Ke-5, Film 172 Days Akhirnya Menguasai Bioskop Kota Semarang