Semarang Kota Film, Tapi Kapan ke Layar Lebar?

Pernah enggak sih, lagi asyik nonton film di XXI Paragon atau Cinepolis DP Mall, tapi rasanya ada yang kurang? Iya, karya sineas Semarang! Jauh di sana, Makassar udah tancap gas dengan film-film lokalnya yang tayang nasional, sebut saja Keluar Main 1994. Sementara itu, Semarang masih lebih sering jadi tempat syuting film-film buatan Jakarta.

Tentu kami bangga, Lawang Sewu dan Kota Lama sering muncul di layar lebar. Tapi, kapan giliran sineas kita unjuk gigi? Jawabannya mungkin ada pada Lawang Sewu Short Film Festival (LSSFF) 2025.

Kami tahu kabar baik ini saat mengintip hari terakhir Festival Kota Lama Semarang, 14 September lalu. Sehari setelahnya, 15 September 2025, Pemkot Semarang resmi meluncurkan LSSFF di Gedung Baru Ki Narto Sabdo, Taman Budaya Raden Saleh (TBRS).

Acara peluncuran tersebut memang khusus undangan, jadi kami cuma bisa ikutan seru-seruan lewat live streaming YouTube Pemkot. Tapi, satu hal yang pasti, festival ini punya misi besar: membangun ekosistem perfilman lokal, dari kru kamera sampai desainer kostum, sekaligus mengukuhkan Semarang sebagai "Kota Film". Detail serunya udah kami ulas di dotsemarang.blogspot.comklik di sini buat baca!

Semarang: Bintang Lokasi, Bukan Bintang Film

Kami bangga banget setiap kali melihat Lawang Sewu, Kota Lama, atau Sam Poo Kong muncul di film-film nasional. Kami pun jadi ingat pernah diundang ke acara syukuran syuting di Kota Lama. Suasananya seru, tapi kami merasa sedikit miris karena kru dan produser filmnya kebanyakan dari Jakarta atau Jogja.

Sementara itu, sineas Semarang masih fokus bikin film pendek yang diputar terbatas, seperti di lingkungan kampus atau komunitas. Ambil contoh, film animasi keren Si Warik (2023) karya mahasiswa Udinus, cuma tayang terbatas di XXI Tentrem Mall untuk kepentingan edukasi.

Bandingkan dengan Makassar. Sejak 2021 hingga 2025, sineas di sana ngebut! Film seperti Hangayumo Selayar (2022) dengan 1 juta lebih penonton dan Keluar Main 1994 (2024) yang mengangkat nostalgia 90-an dengan bahasa Makassar, sukses tayang di bioskop nasional, termasuk di XXI Semarang. Bahkan, pada 2025, mereka berencana merilis Badik, film dengan budaya Bugis-Toraja yang kental.

Apa rahasianya? Makassar punya kolaborasi yang cepat dengan produser dari Jakarta, membangun branding budaya lokal yang kuat, dan punya bioskop seperti CGV Panakkukang yang berani memberikan slot khusus untuk premiere film lokal. Kami merasa iri, tapi kami juga pengen Semarang bisa begitu.

Mungkinkah LSSFF 2025 Jadi "Jembatan" ke Layar Lebar?

LSSFF 2025 bisa jadi pemicu yang selama ini kami tunggu. Festival ini bukan cuma tentang film pendek, tapi juga wadah buat sineas Semarang membuktikan diri.

Kompetisi film pendeknya sudah dimulai. Peserta bisa mengirimkan karya bertema “Dari Seribu Pintu, Semarang Berkisah” mulai 21 September hingga 4 November 2025. Ada juga workshop Mini Lab pada 23–25 Oktober untuk peserta terpilih, dan para juri top seperti Hanung Bramantyo, Monty Tiwa, dan Indra Yudhistira siap menilai karya-karya terbaik. Pemenang akan diumumkan saat Malam Anugerah, 19 Desember 2025, di TBRS.

Hal yang membuat LSSFF ini spesial adalah jejaringnya. Kurator seperti Haris Yuliyanto dan Indra Prasetya bisa membantu sineas lokal untuk pitching ide ke rumah produksi besar, seperti Visinema atau MD Pictures.

Bayangkan, film pendek pemenang yang bagus bisa dikembangkan menjadi film panjang. Ditambah lagi, ada workshop yang mengajarkan skill produksi, yang bisa memperkuat portofolio sineas Semarang.

Jika ada karya yang viral di Semarang Film Week (5–7 Desember 2025), dengan layar tancap di sekitar Lawang Sewu, bioskop lokal seperti XXI Paragon atau Cinepolis DP Mall mungkin tertarik untuk memberi slot. Ini bisa jadi tes pasar untuk karya besar selanjutnya!

Belajar dari Makassar, Menuju Impian Semarang 2026-2027

Makassar sukses karena cerita lokal mereka bisa diterima secara universal. Keluar Main 1994 mengangkat nostalgia 90-an dengan bumbu budaya Makassar yang ternyata disukai penonton nasional.

Semarang punya potensi yang serupa! Coba bayangkan drama sejarah tentang misteri Lawang Sewu, komedi romansa di gang-gang Kota Lama, atau kisah coming-of-age di tepian Banjir Kanal Barat.

Jika Pemkot Semarang konsisten mendorong LSSFF setiap tahun, memberikan insentif seperti subsidi syuting, dan melobi bioskop lokal untuk slot khusus, kami yakin 2026–2027 bisa jadi momen bersejarah. Mungkin film panjang pertama dari sineas Semarang akan tayang di XXI Paragon, atau bahkan nasional!

Hanung Bramantyo pernah bilang, “Semarang punya SDM luar biasa, tinggal dikasih pemicu.” LSSFF bisa jadi pemicu itu. Jika 1–2 film pendek pemenang LSSFF viral di media sosial atau festival internasional, sineas lokal bisa mulai mengembangkan film panjang pada 2026. Dengan dukungan Kemendikbud atau investor swasta, 2027 mungkin kita bisa melihat karya Semarang bersaing dengan Makassar!

Ayo, Bikin Semarang Bersinar di Bioskop!

Kami ingin melihat XXI Paragon, Cinepolis, atau SNC Mangkang penuh dengan karya sineas Semarang. LSSFF 2025 adalah langkah awal. Bagi para sineas, buruan kirim karya ke open call sebelum 4 November!

Buat pecinta film, datanglah ke Semarang Film Week, nikmati layar tancap sambil kulineran di Kota Lama. Atau, kasih ide di kolom komentar: cerita Semarang apa yang pengen kamu lihat di bioskop?

Kami yakin, dengan semangat LSSFF, Semarang tidak hanya akan jadi lokasi syuting, tapi juga rumah bagi bintang film baru. Yuk, dukung sineas lokal kita!

(Sumber referensi: Kompas.com, Tribun Jateng, Media Indonesia, dan update X. Cek situs Pemkot Semarang untuk info resmi.)

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jadwal Bioskop Semarang: Kamis Minggu Keempat Bulan September 2025, Ada 3 Film Baru + 1 Tidak Tayang

Tayang Perdana di Kota Semarang, Film Kang Solah from Kang Mak x Nenek Gayung Sukses Kuasai Seluruh Bioskop

Dirilis 6 Februari 2025, Film Petaka Gunung Gede Tayang 53 Hari di Kota Semarang

Jadwal Bioskop Semarang: Kamis Minggu Ketiga Bulan September 2025, Ada 3 Film Baru