Review Film Nussa
Eh, sial! Kami ikut terharu dalam suasana film menjelang akhir. Bahkan penonton di sebelah kami, notabene orang dewasa juga terdengar berisik dari suara hidungnya. Dapat banget film ini berhasil mengaduk perasaan penonton.
Di tengah kehadirannya yang menjadi perbincangan karena anak-anak tidak diperbolehkan menonton, film Nussa tetap dapat merangkul penonton remaja hingga dewasa.
Berdurasi 107 menit, kami ditawarkan cerita yang bukan saja menginspirasi, menyenangkan, terjadi sehari-hari, tapi juga bagaimana hubungan antara orang tua dan anak-anak.
Dibalik sosok Nussa
Saat duduk menonton, kami yang tidak begitu mengikuti serial Nussa di YouTube sempat kaget dengan penggambarannya sebagai anak dengan disabilitas.
Nussa adalah anak yang bersemangat, punya banyak ide dan tahu kapan harus melakukan sesuatu. Karakter yang menarik menurut kami.
Rarra yang menggemaskan
Ketika sudah asyik dengan karakter Nussa, ternyata ada Rarra yang membuat suasana lebih menarik lagi. Suara imut dan karakternya yang manja membuat keluarga Nussa terasa istimewa. Keduanya sangat kompak dan sepertinya bakal ada cerita tersendiri untuk Rarra di masa depan.
Penggambaran awal yang menyenangkan ternyata tidak demikian kala sang Ayah tidak sedang bersama mereka. Dilema di sini saat anak-anak merindukan ayahnya, sang Ayah tidak bisa pulang karena bekerja. Apalagi menjelang bulan puasa dan biasanya keluarga inginnya berkumpul.
Manfaatkan barang bekas
Di awal cerita, penonton akan diperlihatkan bagaimana seorang anak memiliki kemampuan membuat roket. Semakin menarik karena roket yang dibuat bahan-bahannya terbuat dari barang bekas.
Kemampuan Nussa dengan barang bekas menjadikan film ini memberi harapan lebih kepada kami untuk melihat apalagi yang bisa dibuat.
Anak baru yang mencuri perhatian
Ketika harapan itu semakin kuat, penonton dihadapkan dengan karakter baru yang memiliki roket yang lebih modern dan teknologinya yang lebih keren. Ya, Joni. Rival Nussa yang siap merebut gelar yang selama ini disandang sebagai juara sains.
Joni digambarkan sebagai kebalikan dari Nussa, termasuk latar belakang keluarganya yang termasuk kaya. Dan ia juga satu kelas dengan Nussa. Kami cukup terhibur dengan apa yang dibawa Joni tiap ke Sekolah. Koper yang bisa bergerak sendiri dengan remote dari jam tangannya.
Meski punya latar belakang lebih baik, Joni merindukan kasih sayang kedua orang tuanya yang sangat sibuk. Prestasi yang diraih Joni seolah tidak penting bagi orang tuanya. Sisi ini yang coba diperlihat tentang gambaran keluarga yang lagi-lagi tidak sempurna.
Sikap orang tua
Banyak sisi menarik lain yang turut meramaikan cerita. Seperti sosok penjaga Sekolah yang suaranya diperankan oleh Opie Kumis, Pak Ucok oleh Hamka Siregar dan sahabat-sahabat Nussa.
Pada akhirnya, Joni dan Nussa berada dalam satu panggung mewakili Sekolahnya. Masalah Nussa yang sempat membuatnya down dapat terselesaikan karena kehadiran orang tuanya yang terus mendorong untuk tidak menyerah.
Termasuk Joni, kala kasih sayang yang didambakan tidak kunjung hadir juga, namun saat ia terkena masalah, orang tuanya jadi lebih peduli dengannya.
Cerita film berakhir dengan bahagia. Joni berhasil menang dan nasib Nussa yang seharusnya gagal malah jadi kekuatan film ini menarik perasaan para penonton.
Animasi yang patut dipuji
Tentu saja untuk review film Nussa sudah sangat banyak. Lebih baik nonton sendiri ke bioskop. Lama tidak ke bioskop, dan menyaksikan film bergenre animasi, kami sangat terkesima dengan animasi film Nussa.
Ya, kelas dunia menurut kami. Ditambah kekuatan ceritanya juga adalah hal terpenting. Kelas dunia di sini jangan disamakan sama rumah produksi di Hollywood, setidaknya animasi kita naik kelas dari sebelumnya.
...
Kamu yang tinggal di Kota Semarang, bisa lihat jadwal rilis film di bioskop dan daftarnya lewat Twitter Kofindo di sini.
Artikel terkait :
Komentar
Posting Komentar